Dunia, aku tahu hidup ini.
Dunia, aku tahu aku bisa. Tapi, bisaku pun butuh proses. Dan proses itu tidak
mudah, tidak segampang membalikan telapak tangan, atau hanya untuk mengedipkan
mata. Ini sungguh berat, tak ku tahu seberapa ton kah rasaku sekarang ini ?
Hingga neraca tercanggih pun seakan memberontak seketika. Entah apa
penyebabnya.
Dunia, kurelakan kau mejadi
saksi atas rasaku ini. Rasa kelam yang menghanyutkan diri ini. Dunia, kau tahu
kan kepada siapa ku luapkan rasa ini. Ya, kepadaNya. Dia. Sang Pengetahu isi
hatiku. Lalu, kau tahu pula apa yang menjadi aktivitasku setiap kelam tiba di
saat rasa kelam ini pun timbul. Biarlah tanganku ini menggenggam air mata
kelamku. Ku genggam sekuat hatiku. Inginku tumpah kan seluruh rasa kelamku ini.
Basah tangan ini selalu mengusap hati kecil di dalam jiwa pupusku. Semoga kan
membaik. Ku harap.
Dunia, ini kelamku. Ini
kelamku. Ini kelamku. Sungguh aku tahu aku bisa. Tapi, biarlah ku ingin jadikan
hidupku berwarna. Walau hanya hitam dan
putih. Cukup itu saja. Tak ku ingin yang lain. Tetaplah putih dan hitam. Biar
ku resapi putihku, dan kutinggal jauh hitamku. Walau, hitam telah menebal
beribu-ribu centi. Aku paham. Hingga senyum ku timbul di hati kecil, ingat akan
janjiNya. Semoga warna-warni indah kan ku dapati di saat aku tak lagi di
sisimu, Dunia.
Dunia, biarkan hati ini
membisikmu “Ini Kelamku”
boleh berbisik, "ini kelamku" tapi berjanjilah esok hari akan ada bisikan, "ini ceriaku"
BalasHapus:)
hehe,,
Hapusssiplah mba Maya ! :)